[Ini program kawan-kawan Angkatan Bolshevik Revolusioner Internasionalis (ABRI), yang sudah kita sepakati secara politik umum.]
I. Latar Belakang
a. Indonesia sebagai negara kapitalis neo-koloni yang berkembang saat ini tengah menggenjot industrialisasi, mendapati pertumbuhan secara signifikan jumlah kaum proletar. Yang mana kaum proletar mengikut relasinya dengan alat produksi merupakan kelas yang revolusioner.
b. Sektor-sektor mengalami penambahan dan perubahan bentuk, yang paling baru dan masif adalah sektor logistik pengantar barang-penumpang yang tumbuh hingga ke kota-kota kecil. Kaum proletar yang lahir dari sektor ini merasakan kediktatoran kelas borjuis secara terbuka, sehingga mendorong mereka membentuk komunitas-komunitas, aliansi dengan sesama mereka di banyak tempat dan banyak jumlahnya.
c. Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada ‘45 dan sebagai semi-koloni melanjutkan tarik-ulur perjuangan melawan invasi Belanda-Inggris memperebutkan aset-aset industri imperialis AS-Eropa hingga diakui secara internasional pada ‘49. Di bawah Soekarno, kapital swasta dari AS dan negeri imperialis lain dibiarkan bercokol kecuali industri swasta Belanda yang dirundung nasionalisasi.
d. Namun sejak kudeta merangkak Soeharto yang diawali pada Oktober ’65 membawa negara lebih dalam kepada jeratan imperialis AS dan tunduk secara keuangan di bawah kendali IMF, Asian Development Bank, serta IGGI yang terkait erat dengan kepentingan kaum imperialis.
e. Sementara itu negara Indonesia saat ini gencar mengindustrialisasi perekonomian, mencari suntikan modal dari negara-negara lain demi mengimbangi tekanan imperialis AS. Bagaimanapun juga borjuasi nasional berperan sebagai kacung bagi imperialisme global demi mempertahankan kepentingannya sendiri.
f. Sehingga keberadaan industri besar Indonesia dibangun demi memenuhi kepentingan imperialisme global, dan secara umum produksi komoditas gagal memenuhi kebutuhan dan keperluan rakyat secara nasional.
g. Borjuasi nasional lahir umumnya yaitu dari kekuatan sisa-sisa/kroni korporasi minyak yang bersekongkol dengan kalangan militer, pertanian khususnya tembakau-rokok, serta keberadaan kalangan ningrat – para tuan tanah lama. Kelemahan tersebut menyebabkan persoalan agraria belum terselesaikan, di tengah menguatnya industri agrikultur, seperti sawit, kopi, teh, dsb. Terlebih-lebih terdapat kemunculan borjuasi nasional baru yang bercokol melalui pasar siber yang tidak menyelesaikan persoalan infrastruktur fisik.
h. Perkembangan yang masih terbelakang ini menjadikan tugas bagi kaum proletar bukan hanya persoalan memimpin pengambilalihan alat produksi dan politik, tetapi juga penuntasan revolusi agraria, persoalan borjuis kecil pedesaan-perkotaan dan persoalan pembebasan bangsa-bangsa tertindas. Singkatnya penuntasan tugas-tugas revolusi borjuis demokratis juga berada di pundak kelas buruh Indonesia.
i. Keberadaan kelas-kelas lama terutamanya terletak di pedesaan/pedalaman. Paling umum adalah kaum tani yang tersebar hampir di setiap pulau besar. Adapun lapisan masyarakat adat yang bahkan belum sepenuhnya memasuki pembagian kelas — hidup umumnya secara komunal-patriarkal demi memenuhi keperluan hidup dengan berburu dan meramu.
j. Rata-rata usia populasi Indonesia saat ini terbilang muda, 28 tahun, menandakan terdapat banyak lapisan kaum intelektual (borjuis kecil) maupun kaum buruh muda. Menurut sifatnya kaum intelektual muda akan lebih peka terhadap isu sosial dan mudah menyulut gerakan, tetapi posisi kelasnya sendiri membuatnya mudah dijinakkan dan dikaburkan oleh tekanan kelas penguasa.
II. Jenis Revolusi yang Harus Dicapai
a. Kelas buruh bukanlah satu-satunya kelas yang ditindas oleh sistem kapitalisme. Dalam antagonisme antara proletar dengan borjuasi, masih terdapat berbagai macam kelas ekonomi lainnya, kaum petani miskin desa, kaum borjuasi kecil perkotaan dan pedesaan, dsb., yang juga sama-sama ditindas oleh sistem ini, meskipun pendirian mereka seringkali terombang-ambing dan ambivalen. Tanpa mengesampingkan fakta bahwa proletar lah yang merupakan kelas yang paling revolusioner, yang paling teguh dan paling tegas, satu-satunya kelas yang tidak akan kehilangan suatu apapun kecuali belenggu mereka dari penggulingan masyarakat kapitalis ini, kelas buruh diharuskan untuk membuat suatu aliansi massa tertindas yang revolusioner di mana kelas buruh akan menjadi kelas pionirnya.
b. Memahami impotensi kelas borjuis nasional di negara kapitalis berkembang atau neo-koloni seperti Indonesia dalam menuntaskan tugas-tugas revolusi demokratis, maka tugas pembebasan bangsa-bangsa tertindas yang merupakan agenda revolusi demokratis juga berada di pundak kelas buruh nasional dan bangsa-bangsa tertindas itu sendiri. Tugas ini terikat erat dengan agenda revolusi proletar yang diperjuangkan kaum buruh di Indonesia sebagai pionir dalam aliansi massa tertindas, demi memenangkan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua, Aceh, dan bangsa-bangsa tertindas lainnya untuk membentuk pemerintahan mandiri yang dapat membentuk federasi republik sosialis nusa antara.
c. Kediktatoran proletariat adalah kesimpulan dari aliansi ini di tingkat kekuasaan negara. Teori revolusi permanen dan kediktatoran proletariat memperjelas bahwa kelas pekerja harus memberikan kepemimpinan dalam transformasi ini, di negara yang baru sebagai transisi menuju sosialisme. Menganggap bahwa revolusi borjuis-demokratik akan dijalankan oleh sektor-sektor “progresif” dari borjuasi dan bahwa masa depan negara akan menjadi pemerintahan persatuan dan kerukunan nasional, adalah, sama saja dengan mengatakan bahwa gerakan revolusioner akan dicekik ke dalam parit demokrasi-borjuis. Kaum buruh, begitu berkuasa, tidak dapat membatasi diri mereka sendiri dalam batasan-batasan demokrasi-borjuis. Kekuatan negara di bawah kediktatoran proletar hari demi hari akan semakin merongrong dominasi kepemilikan pribadi, dan dengan demikian revolusi akan memperoleh sifat permanen.
d. Keberhasilan menuntaskan revolusi proletar di dalam suatu negeri akan memberikan dorongan bagi kaum proletar di negeri-negeri tetangga, serta di negeri-negeri lainnya bahkan yang jauh. Hal ini akan meningkatkan tugas kelas proletar Indonesia menggunakan kekuasaannya atas negara untuk mendukung dan menyebarkan revolusi ke negeri lain, memperjuangkan internasionalisme.
e. Sejalan dengan perjuangan revolusi internasionalis, imperialisme akan dapat dilemahkan sehingga dapat menjamin dan mendorong revolusi politik yang akan menyapu birokrasi dari negara-negara buruh yang cacat, dan seterusnya menuju penguraian negara.
III. Perjuangan Melawan Kolaborasi Kelas – Reformisme Serikat Buruh
a. Perjuangan kelas merupakan perjuangan untuk mengambil kembali hasil curahan tenaga kerja yang dicuri oleh kelas penindas, yakni kelas kapitalis. Hal ini pada dasarnya merupakan kontradiksi yang tak terdamaikan. Karena laba itu sendiri dihasilkan oleh kapitalis dengan mencuri tenaga kerja buruh yang tidak dibayarkan dalam kegiatan produksi komoditas.
b. Kami menolak segala upaya kolaborasi kelas yang mempercayakan penyelesaian perjuangan buruh melalui ilusi kelas borjuis yang kononnya demokratis itu baik melalui tangan negara maupun institusi-institusinya. Perjuangan buruh tidak akan mampu meraih tuntutannya dengan sempurna apabila diselesaikan melalui negara yang saat ini mengandung watak kelas penindas, tidak pula jika perjuangan ini menyerahkan dirinya secara politis, membuntuti bahkan membuka kompromi kepada borjuasi, baik borjuis yang berkuasa maupun yang beroposisi.
c. Bagaimanapun perjuangan reformis dan kompromis, walau tampak membawa hasil yang memuaskan, sayangnya hanya akan mengaburkan kontradiksi kelas dan menggantungkan tujuan-tujuan kita. Sejarah pergerakan nasional dan internasional telah menunjukkan bahwa solusi semacam itu selalu ditujukan bagi kepentingan kelas kapitalis, yang mana kaum buruh membayar dengan nyawanya. Setiap kemenangan kelas buruh, sekecil apapun itu seharusnya diperoleh dengan perjuangan mati-matian, diselesaikan di bawah kepemimpinan kelas buruh dan oleh buruh itu sendiri!
d. Tugas-tugas mengikis reformisme ini secara konkret perlu dan dapat dilakukan terutama dengan melakukan kerja-kerja di dalam serikat buruh. Tepatnya adalah dengan mempersiapkan oposisi terhadap birokrasi serikat. Demi mempersiapkan tugas tersebut kita perlu aktif dalam berjuang bersama serikat dan membangun kepercayaan jajaran anggota bahwa kita merupakan motor gerakan yang maju, dan pada saat yang sama berusaha membentuk rapat-rapat politik untuk mengembangkan kepemimpinan sosialis ilmiah dari jajaran anggota serikat. Kepemimpinan sosialis ilmiah yang akan setia pada jalan perjuangan revolusi proletar.
IV. Perjuangan Melawan Imperialisme
a. Perang Imperialis Dunia II pada intinya adalah pertikaian antar kekuatan imperialis yang menunggangi negara-negara adidaya demi memperoleh posisi strategis dan penguatan perekonomian di tatanan imperium global. “Berakhirnya” pertikaian itu kemudian dijadikan proses pembentukan persekutuan kudus kaum imperialis global yang bertujuan untuk menghancurkan dan membagi kembali negeri-negeri koloni, melumat gerakan komunis-pembebasan rakyat, serta memperkuat benteng-benteng anti-komunis global. Kemenangan imperialis di Indonesia ditandai dengan kekalahan Sukarno-PKI dan pencaplokan Papua demi penanaman modal swasta imperialis asal AS, termasuk Australia, mengeruk sumber daya alam, sementara industri-industri imperialis asal Jepang, Keiretsu, yang telah menjadi sekutu kudus bagi imperialis AS, menghisap tenaga buruh di Indonesia.
b. Perjuangan reforma agraria yang merupakan tugas revolusi borjuis demokratis kala itu di bawah aliansi PKI-Sukarno telah berhenti setengah jalan karena watak borjuasi nasional yang mandul sehingga menyisakan kembali persoalan ketuan-tanahan, penggusuran lahan pertanian dan pencaplokan oleh industri agrikultur milik swasta, borjuasi nasional dan kaum imperialis.
c. Dengan memahami bahwa imperialisme merupakan tahap kelanjutan dari kapitalisme itu sendiri, maka perjuangan anti-imperialisme menjadi prioritas terdepan dalam perjuangan kelas menggulingkan kapitalisme. Imperialisme AS juga bertanggung jawab atas penjajahan terhadap bangsa Papua termasuk juga Aceh di mana pemerintah Indonesia menjadi kacungnya, menyediakan pasukan-pasukan tempur yang meneror rakyat Papua dan Aceh dalam perjuangan anti-imperialismenya, serta menjaga properti swasta seperti pertambangan atau migas milik imperialis. Hal tersebut tetap terus dilakukan walaupun pemerintah nasional telah berhasil “mengambil” mayoritas saham kepemilikan industri tambang dan mengalihkannya kepada borjuasi nasional.
d. Menimbang adanya kolaborasi langsung antara borjuasi nasional dengan kaum imperialis, kami menegaskan kepada rekan-rekan kaum buruh revolusionis untuk memperkuat barisan perjuangan demi membongkar dan melawan segala muslihat serta kerakusan imperialis global dan antek-anteknya khususnya di negeri ini dan secara umumnya di negeri-negeri lain.
e. Ke depannya kami juga memandang penting bagi negara buruh yang akan dibentuk untuk beraliansi dengan negara-negara buruh yang sudah ada terlepas memiliki cacat birokratis. Hanya begitulah jalan untuk melemahkan imperialisme, kapitalisme global, demi mendorong pengorganisiran masyarakat internasional ke dalam negara buruh masing-masing sebagai fase transisi untuk melampaui produktivitas perekonomian kapitalisme. Berkenaan dengan perampasan alat produksi milik imperialis akan kita lakukan tanpa kompensasi apapun, sementara alat produksi yang sudah dimiliki secara nasional dan memiliki modal gabungan dengan sesama rekan negara buruh dapat kita pertahankan dengan tujuan menjalin kerjasama lebih baik sebagai pintu awal membentuk konfederasi perekonomian untuk saling meningkatkan kekuatan produktif masing-masing negara buruh sesuai dengan perkembangan kondisi materiil serta untuk melemahkan kekuatan perekonomian global kaum imperialis.
f. Kami menyadari bahwa perjuangan pembebasan kelas buruh tidak bisa dijalankan hanya di dalam satu negeri, hal itu karena sistem produksi kapitalis merupakan sistem produksi global. Oleh karena itu, untuk merobohkan sistem produksi kapitalis, kelas buruh harus mengorganisir diri ke dalam satu organ internasionale. Pembentukan kembali Internasionale IV yang revolusioner, dengan demikian, merupakan suatu kemutlakan bagi kami untuk mewujudkan tugas ini secara komplit. Bagaikan mercusuar yang menerangi lautan di malam hari, pembentukan kembali Internasionale IV ini juga akan memberikan penerangan bagi pergerakan kelas buruh agar tidak saling terpecah-belah oleh kekuatan imperialis. Tanpa membentuk kembali Internasionale IV, tujuan kita untuk merobohkan sistem produksi kapitalis akan menjadi utopia belaka.
V. Aksi Massa Langsung (Direkt-Aktion) dan Persoalan Pemilu
a. Kami melihat bahwa aksi massa langsung merupakan bentuk kelanjutan dari aksi mogok massal. Sejauh reformasi telah bergulir, gerakan massa buruh telah berhasil meluncurkan aksi mogok massalnya yang terbilang bersejarah pada sekitar 2011-2013. Ketika itu pemogokan massal telah menunjukkan bahwa perekonomian dapat berjalan hanya karena kekuatan kelas buruh itu sendiri. Namun tanpa kesadaran politik yang maju, pemogokan tersebut beralih menjadi pintu negosiasi elit serikat buruh dengan kelas penguasa sehingga menjadikannya sebuah aksi kolaborasi kelas.
b. Sebaliknya apabila aksi mogok tersebut membentuk kesadaran kelas, kesadaran politik yang tegas, maka ia akan mampu menggulirkan aksi massa melibatkan massa rakyat, terutamanya kaum buruh. Aksi massa tidak hanya menegaskan kekuatan buruh sebagai lokomotif perekonomian melalui mogok tetapi juga secara tegas menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan pengambilalihan industri-industri terkait tanpa kompensasi di bawah kendali langsung oleh kaum buruh. Dengan pengambilalihan tersebut maka kelas buruh memiliki hak dan berwajib melindungi kepemilikan bersama atas industri-industri tersebut dengan mengorganisir milisi bersenjata dari kelas buruh sendiri, menjaganya dari serangan kelas kapitalis yang menggunakan aparat bersenjata negara borjuis.
c. Persoalan pemilu – politik elektoral borjuis hari ini masih menjadi dambaan bagi rakyat banyak sebagai pesta demokrasi, sebuah ilusi yang seakan-akan memberikan kekuasaan bagi massa rakyat untuk menentukan nasibnya. Pada kenyataannya massa rakyat, terutama rakyat pekerja memilih siapa yang akan mewakili kelas kapitalis untuk menindas massa rakyat itu sendiri.
d. Demi memerangi ilusi politik elektoral borjuis, kita perlu mempergunakan kesempatan elektoral untuk menempatkan wakil-wakil dari partai kita sendiri dan sejauh untuk memperkuat gerakan massa buruh dan massa rakyat di jalanan.
e. Keterlibatan di dalam parlemen borjuis dipergunakan sebagai penyambung lidah kelas buruh dan rakyat miskin tertindas demi memberikan panggung, mewartakan segenap perjuangannya di mata publik, sembari menelanjangi kebohongan juga janji-janji manis politisi wakil-wakil borjuasi, reformis dan oportunis di parlemen.
f. Kita perlu dengan sabar dan konsisten menelanjangi segenap tipu daya politik borjuasi di pentas nasional demi mempersiapkan keyakinan massa rakyat menuju revolusi sosial.
VI. Front Bersatu Kaum Proletar, Milisi Kelas Buruh untuk Melawan Persatuan Nasional Kaum Borjuasi
a. Timbulnya aksi massa langsung yang membawa benih kesadaran revolusioner dalam merebut alat-alat produksi termasuk kantor juga sekolah-universitas akan memiliki hubungan timbal-balik dengan pembentukan Front Bersatu Proletar yang tepatnya digunakan pada masa-masa genting datangnya serangan baik secara ekonomi atau politis dari kelas borjuis maupun imperialis. Peningkatan kesadaran ini dapat kita gunakan sebagai titik pusat untuk menarik massa yang lebih luas, dari berbagai macam jenis organ proletar, massa anggotanya, terlepas keberadaan para elit organisasinya.
b. Titik pusat ini juga dapat memastikan massa proletar meluncurkan perjuangan politik demi merampas kembali hasil keringatnya baik dalam bentuk upah atau terutamanya alat-alat produksi yang juga merupakan buah keringat massa proletar, dengan tekanan politik tersebut massa proletar akan dapat menetralisir elit masing-masing organisasinya bahkan menggulingkannya. Demi menjamin aksi massa Front Bersatu mampu membersihkan diri dari unsur-unsur oportunis, juga ultra-kiri.
c. Kami memahami bahwa perang adalah kelanjutan dari perjuangan politik. Oleh itu kami menegaskan bahwa perjuangan kelas – yang merupakan landasan politik kami, kelas buruh, kita bersama – adalah juga sebuah perang, yakni perang kelas.
d. Invasi imperialis, maupun serangan borjuasi nasional melalui aparat kekerasan bersenjata negara merupakan peristiwa genting dan dapat dipergunakan sebagai titik tumpu dalam pembentukan Front Bersatu kelas buruh meski tentunya akan ada perbedaan politis juga ideologis di dalamnya. Bagaimanapun juga ini perlu kita pergunakan untuk menyerang kekuasaan kapitalis bersama-sama dengan organ proletar lain yang tergabung di dalamnya. Bersama dengan ini kita akan mendapat kesempatan menelanjangi kebusukan para elit organ proletar lain yang enggan melancarkan serangan kepada kelas penguasa. Berarak secara terpisah tetapi bersatu dalam serangan.
e. Perang kelas ini tentu saja akan menajamkan pertentangan kelas antara proletar melawan kapitalis. Pada saat situasi politik ataupun ekonomi menjadi genting kelas kapitalis akan turut menyatukan kekuatan bukan hanya pada pengendalian ekonomi, tetapi juga secara politik dengan menegaskan Persatuan Nasional Kaum Borjuasi. Persatuan politik ini pula menegaskan bahwa kekuasaan politik yang paling banal ada pada moncong senjata.
f. Sebagaimana sosialisme ilmiah memahami dunia secara materialis, maka moncong senjata yang merupakan perkakas memiliki kegunaan yang berbeda tergantung kepada kelas yang menggenggamnya. Bagi kami, demi memastikan kelas proletar tidak mati kutu di hadapan moncong senjata kelas kapitalis, adalah teramat penting bagi kelas proletar mengorganisir milisi kelas buruh bersenjata.
g. Milisi buruh dapat dipersiapkan pembentukannya dari setiap aksi mogok, di mana barisan piket menjadi barikade pertahanan demi menghadang aparat kekerasan bersenjata atau penggembos mogok mengacaukan aksi mogok/okupasi di dalam pabrik. Bagi kalangan tani pula, segenap massa yang terlibat pada aksi pendudukan atas tanah milik tuan tanah atau menghadapi penggusuran juga dapat menjadi cikal bakal pembentukan milisi tersebut. Pembentukan milisi ini akan menjamin aksi massa langsung kaum proletar dan rakyat miskin tertindas dalam perjuangannya merebut alat-alat produksi, nilai lebih yang dihasilkan, serta membongkar negara borjuis dan menyusun pembentukan negara buruh!
VII. Persoalan Partai Revolusioner Proletar
a. Kesadaran kelas tidak turun dari langit kepada semua yang berjuang melawan kelas penindas yang menghisap. Sebagian besar gerakan buruh terutamanya gerakan massa rakyat luas sekadar menuntut perbaikan kesejahteraan hidup di bawah kerangka kapitalisme, di bawah pemerintahan kelas kapitalis, di bawah kendali negara borjuis. Perjuangan yang terbatas demi meringankan beban hidup dan bukannya perjuangan demi membebaskan massa rakyat luas dari belenggu kekuasaan kapitalisme.
b. Seperti halnya bibit tanaman yang harus selalu disiram agar dapat tumbuh dan berkembang, demikian pula kesadaran revolusioner kelas pekerja, perlu disemai ke dalam kehidupan massa proletar, perjuangan sehari-hari proletar dan rakyat tertindas. Kesadaran kami sendiri, dibentuk melalui pengalaman organ-organ pionir revolusioner yang menjadi pendahulu kita melalui perwakilan mereka dalam bentuk catatan-catatan, tulisan-tulisan, karya-karya teoretis dan praktik revolusioner kaum komunis. Dengan begitu tugas untuk menyebarkan gagasan revolusioner ini dapat dilakukan pada masa sekarang hanya dengan peran aktif sebuah partai revolusioner proletar itu sendiri.
c. Tidak semua kelas pekerja bertindak revolusioner. Sebagian besar dari mereka saat ini memiliki kesadaran yang reformis, sisanya lagi memiliki kesadaran yang reaksioner, dan sisanya lagi, yang lebih kecil (kalau bukan yang paling kecil) berwatak revolusioner. Fakta ini tak perlu kita tangisi, melainkan menjadi titik permulaan bagi kita. Kelas proletariat Indonesia, sebagai kelas pemimpin dari aliansi massa tertindas, tanpa memiliki barisan pionir revolusioner tidak akan mampu memimpin massa tertindas lainnya dalam tugas-tugas menuntaskan revolusi borjuis-demokratik serta menghantarkannya sampai kepada tugas-tugas awal revolusi sosialis.
d. Maka, tugas kami adalah menempa partai revolusioner itu, menjalin lapisan-lapisan termaju dengan kesadaran revolusioner proletar sebagai barisan terdepan kelas proletar. Partai yang mampu mengedepankan pendirian politik yang tegas dan kepioniran yang revolusioner untuk menempa kaum proletar dari kelas pada dirinya sendiri (proletar an sich) menjadi kelas bagi kaum proletar itu sendiri! Sederhananya adalah merajut lapisan-lapisan proletar yang masih terpecah mengikut segi ekonomi, sektor pekerjaan, gender, orientasi seksual dan bahkan ideologi agar menyatukan diri sebagai kelas proletar yang majemuk, multi-etnis singkatnya yang berbhinneka tunggal ika.
VIII. Kemandirian Politik Kelas Proletar
a. Kami tidak akan menyerahkan kemandirian politik proletar di bawah politik borjuasi. Bahkan apabila terpaksa ketika negeri akan diserang oleh pasukan imperialis, kita dapat mendirikan Front bersatu dengan borjuasi semata-mata untuk mengusir cengkeraman imperialis yang merangsek masuk melalui kekuatan bersenjatanya, tetapi tanpa meninggalkan kemandirian politik proletar untuk tetap teguh menelanjangi dan melawan politik dari borjuasi nasional tersebut!
b. Kemandirian politik juga perlu ditegaskan pada saat mengorganisir gerakan perlawanan terhadap penindasan kepada kelompok minoritas di dalam masyarakat kapitalis. Kelompok rentan seperti minoritas gender dan seksual, minoritas etnis/bangsa (Tionghoa, Melanesia / Papua, Aceh, dst.) dan minoritas agama maupun minoritas kepercayaan lokal harus disatukan di bawah garis politik kelas buruh secara tegas demi menjamin pembebasan bersama yang merupakan salah satu tugas dari revolusi demokratik di bawah kepimpinan kelas buruh.
c. Program utama kita adalah perjuangan untuk menjamin kelompok minoritas tertindas untuk dapat terlibat di dalam barisan produktif kelas buruh, menolak segala bentuk diskriminasi yang melarang mereka menjadi bagian dari kelas buruh dengan upah layak hidup. Serta tentunya menjamin keamanan, keselamatan hidup dan kerja bagi segenap rakyat pekerja tanpa terkecuali.
d. Berkenaan dengan kalangan borjuasi kecil sebagai kelompok yang terpecah-pecah, dan bukan dengan partai politik mereka, kita dapat membentuk blok jika dan hanya jika kita dapat memastikan bahwa proletar lah yang memimpin setiap blok tersebut. Aliansi massa tertindas dan Federasi Buruh adalah contoh dari blok-blok tersebut. Sekutu revolusioner kelas buruh adalah kawan-kawan dari kalangan petani miskin, dan persekutuan itu merupakan kunci dari revolusi kita di masa mendatang. Dengan begitu kita bersama kaum buruh perlu mendukung dan memimpin perjuangan kaum tani terutamanya kaum tani miskin memenangkan revolusi agraria demi meningkatkan solidaritas dan kesadaran revolusioner bersama!